Sabtu, 09 Mei 2015

sejarah kuningan

SEJARAH KOTA KUNINGAN Jawa Barat 

Masa Pra sejarah

Diperkirakan ± 3.500 tahun sebelum masehi sudah terdapat kehidupan manusia di daerah Kuningan, hal ini berdasarkan pada beberapa peninggalan kehidupan di zaman pra sejarah yang menunjukkan adanya kehidupan pada zaman Neoliticum dan batu-batu besar yang merupakan peninggalan dari kebudayaan Megaliticum. Bukti peninggalan tersebut dapat dijumpai di Kampung Cipari Kelurahan Cigugur yaitu dengan ditemukannya peninggalan pra-sejarah pada tahun 1972, berupa alat dari batu obsidian (batu kendan), pecahan-pecahan tembikar, kuburan batu, pekakas dari batu dan keramik. Sehingga diperkirakan pada masa itu terdapat pemukiman manusia yang telah memiliki kebudayaan tinggi. Hasil penelitian menunjukan bahwa Situs Cipari mengalami dua kali masa pemukiman, yaitu masa akhir Neoleticum dan awal pengenalan bahan perunggu berkisar pada tahun 1000 SM sampai dengan 500 M. Pada waktu itu masyarakat telah mengenal organisasi yang baik serta kepercayaan berupa pemujaan terhadap nenek moyang (animisme dan dinamisme). Selain itu diketemukannya pula peninggalan adat dari batu-batu besar dari zaman megaliticum.

Masa Hindu

Dalam carita Parahyangan disebutkan bahwa ada suatu pemukiman yang mempunyai kekuatan politik penuh seperti halnya sebuah negara, bernama Kuningan. Kerajaan Kuningan tersebut berdiri setelah Seuweukarma dinobatkan sebagai Raja yang kemudian bergelar Rahiyang Tangkuku atau Sang Kuku yang bersemayam di Arile atau Saunggalah. Seuweukarma menganut ajaran Dangiang Kuning dan berpegang kepada Sanghiyang Dharma (Ajaran Kitab Suci) serta Sanghiyang Riksa (sepuluh pedoman hidup). Ekspansi kekuasaan Kuningan pada zaman kekuasaan Seuweukarma menyeberang sampai ke negeri Melayu. Pada saat itu masyarakat Kuningan merasa hidup aman dan tentram di bawah pimpinan Seuweukarma yang bertahta sampai berusia lama. Berdasarkan sumber carita Parahyangan juga, bahwa sebelum Sanjaya menguasai Kerajaan Galuh, dia harus mengalahkan dulu Sang Wulan - Sang Tumanggal - dan Sang Pandawa tiga tokoh penguasa di Kuningan (= Triumvirat), yaitu tiga tokoh pemegang kendali pemerintahan di Kuningan sebagaimana konsep Tritangtu dalam konsep pemerintahan tradisional suku Sunda Buhun. Sang Wulan, Tumanggal, dan Pandawa ini menjalankan pemerintahan menurut adat tradisi waktu itu, yang bertindak sebagai Sang Rama, Sang Resi, dan Sang Ratu. Sang Rama bertindak selaku pemegang kepala adat, Sang Resi selaku pemegang kepala agama, dan Sang Ratu kepala pemerintahan. Makanya Kerajaan Kuningan waktu dikendalikan tokoh ‘Triumvirat’ ini berada dalam suasana yang gemah ripah lohjinawi, tata tentrem kerta raharja, karena masing-masing dijalankan oleh orang yang ahli di bidangnya. Tata aturan hukum/masalah adat selalu dijalankan adan ditaati, masalah kepercayaan / agama begitu juga pemerintahannya. Semuanya sejalan beriringan selangkah dan seirama.

Ketika Kuningan diperintah Resiguru Demunawan pun (menantu Sang Pandawa), Kerajaan Kuningan memiliki status sebagai Kerajaan Agama (Hindu). Hal ini nampak dari ajaran-ajaran Resiguru Demunawan yang mengajarkan ilmu Dangiang Kuning - keparamartaan, sehingga Kuningan waktu menjadi sangat terkenal. Dalam naskah carita Parahyangan disebutkan kejayaan Kuningan waktu diperintah Resiguru Demunawan atau dikenal dengan nama lain Sang Seuweukarma (penguasa/pemegang Hukum) atau Sang Ranghyangtang Kuku/Sang Kuku, kebesaran Kuningan melebihi atau sebanding dengan Kebesaran Galuh dan Sunda (Pakuan). Kekuasaannya meliputi Melayu, Tuntang, Balitar, dan sebagainya. Hanya ada 3 nama tokoh raja di Jawa Barat yang berpredikat Rajaresi, arti seorang pemimpin pemerintahan dan sekaligus ahli agama (resi). Mereka itu adalah:
  1. Resi Manikmaya dari Kerajaan Kendan (sekitar Cicalengka - Bandung)
  2. Resi Demunawan dari Saunggalah Kuningan
  3. Resi Niskala Wastu Kencana dari Galuh Kawali 

sumber :  http://kuninganmytown.blogspot.com/2013/05/sejarah-kota-kuningan-jawa-barat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar